Soeharto

Revisi sejak 28 September 2025 22.05 oleh Budi (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Soeharto adalah Presiden kedua Indonesia yang memimpin negara selama 32 tahun, dari 1967 hingga 1998. Ia dikenal sebagai tokoh utama dalam masa yang disebut Orde Baru, yang dibentuk setelah lengsernya Presiden Soekarno. Kepemimpinan Soeharto ditandai oleh stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat pada awal pemerintahannya, namun juga oleh tuduhan korupsi, kolusi, dan nepotisme di kemudian hari. Sosoknya menjadi figur kontrovers...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Soeharto adalah Presiden kedua Indonesia yang memimpin negara selama 32 tahun, dari 1967 hingga 1998. Ia dikenal sebagai tokoh utama dalam masa yang disebut Orde Baru, yang dibentuk setelah lengsernya Presiden Soekarno. Kepemimpinan Soeharto ditandai oleh stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat pada awal pemerintahannya, namun juga oleh tuduhan korupsi, kolusi, dan nepotisme di kemudian hari. Sosoknya menjadi figur kontroversial dalam sejarah Indonesia, dengan warisan yang masih diperdebatkan hingga kini.

Kehidupan Awal

Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Kemusuk, sebuah desa di Yogyakarta. Ia berasal dari keluarga petani sederhana dan menghabiskan masa kecilnya di pedesaan. Pendidikan formalnya sempat terganggu karena kondisi ekonomi keluarga, namun ia berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Pada masa muda, Soeharto sempat bekerja sebagai pegawai bank sebelum memutuskan bergabung dengan KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) dan kemudian bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) pada masa Pendudukan Jepang di Indonesia.

Karier Militer

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Soeharto bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan terlibat dalam berbagai operasi militer mempertahankan kemerdekaan. Ia berperan penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang menjadi salah satu momentum strategis dalam perjuangan bangsa. Karier militernya terus menanjak, dan ia dipercaya memimpin beberapa komando besar di berbagai daerah.

Jalan Menuju Kekuasaan

Soeharto memperoleh kekuasaan politik setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965, yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagai panglima Kostrad, ia mengambil alih komando dan memimpin operasi penumpasan terhadap pihak yang dianggap terlibat. Melalui Supersemar, sebuah surat perintah yang diberikan oleh Presiden Soekarno, Soeharto mendapatkan legitimasi untuk mengambil alih kekuasaan.

Masa Orde Baru

Setelah resmi menjadi Presiden pada 1967, Soeharto membentuk pemerintahan Orde Baru yang menekankan stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan pengendalian ketat terhadap kehidupan politik. Kebijakan pembangunan lima tahun yang disebut REPELITA menjadi landasan program ekonomi. Pada awal masa pemerintahannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, penurunan inflasi, dan peningkatan kesejahteraan.

Kebijakan Ekonomi

Soeharto mengadopsi kebijakan ekonomi yang pro-pasar dan bekerja sama dengan Bank Dunia serta IMF. Ia membuka pintu bagi investasi asing dan mendorong ekspor komoditas seperti minyak bumi, gas alam, dan kelapa sawit. Strategi ini berhasil meningkatkan pendapatan negara, namun juga membuat ketergantungan pada sektor tertentu menjadi tinggi.

Otoritarianisme dan Politik

Di bawah kekuasaan Soeharto, kehidupan politik Indonesia sangat terkendali. Partai politik dibatasi dan dilebur menjadi tiga: Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kebebasan berpendapat dan pers dibatasi melalui sensor, dan para lawan politik sering kali dipenjara atau diasingkan.

Kritik dan Kontroversi

Meskipun berhasil membawa stabilitas, pemerintahan Soeharto dikritik karena praktik KKN yang merajalela. Keluarga dan kroninya mendapatkan keuntungan besar dari proyek-proyek pemerintah. Pelanggaran hak asasi manusia terjadi di berbagai wilayah, seperti Timor Timur dan Papua.

Kejatuhan

Krisis finansial Asia 1997–1998 menghantam perekonomian Indonesia, menyebabkan inflasi tinggi dan pengangguran massal. Gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat menuntut reformasi politik. Pada Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan kepada B.J. Habibie.

Warisan

Warisan Soeharto diperdebatkan. Sebagian menganggapnya sebagai "Bapak Pembangunan" yang berhasil membawa kemajuan ekonomi, sementara yang lain melihatnya sebagai pemimpin otoriter yang membatasi demokrasi. Namanya masih sering digunakan sebagai referensi dalam diskusi politik Indonesia.

Penghargaan

Selama masa hidupnya, Soeharto menerima berbagai penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri, antara lain:

  1. Bintang Republik Indonesia Adipurna
  2. Bintang Mahaputera
  3. Penghargaan pembangunan dari FAO
  4. Medali kehormatan militer dari beberapa negara sahabat

Kehidupan Pribadi

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, yang dikenal dengan panggilan Ibu Tien Soeharto, dan memiliki enam orang anak. Ia menjalani masa pensiun di rumahnya di Cendana, Jakarta, hingga wafat pada 27 Januari 2008. Pemakamannya dilakukan di Astana Giribangun, Surakarta, dan dihadiri oleh berbagai tokoh nasional.