Anoreksia nervosa adalah salah satu gangguan makan yang ditandai dengan pembatasan asupan makanan secara ekstrem, ketakutan yang intens terhadap kenaikan berat badan, dan distorsi citra tubuh. Kondisi ini umumnya muncul pada masa remaja atau awal dewasa muda, dan lebih sering dialami oleh perempuan, meskipun laki-laki juga dapat terpengaruh. Anoreksia nervosa bukan hanya masalah fisik, tetapi juga berkaitan erat dengan faktor psikologis dan sosial, sehingga memerlukan penanganan multidisipliner untuk mengatasinya.
Gejala dan Tanda
Gejala anoreksia nervosa dapat bervariasi antara individu, tetapi secara umum meliputi penurunan berat badan yang signifikan dan perilaku yang berfokus pada pembatasan kalori. Tanda-tanda fisik dapat mencakup kulit kering, rambut rontok, dan penurunan tekanan darah. Seseorang dengan anoreksia sering kali memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang jauh di bawah normal.
Selain gejala fisik, terdapat juga tanda-tanda psikologis seperti obsesi terhadap makanan, perasaan bersalah setelah makan, dan penolakan untuk mengakui berat badan yang rendah sebagai masalah. Distorsi citra tubuh membuat penderita melihat dirinya sebagai "terlalu gemuk" meskipun secara objektif sudah sangat kurus.
Penyebab
Penyebab anoreksia nervosa bersifat multifaktor dan melibatkan interaksi antara faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya. Faktor biologis mungkin termasuk predisposisi genetik atau ketidakseimbangan neurotransmiter yang memengaruhi regulasi nafsu makan dan mood.
Dari sisi psikologis, kondisi ini sering dikaitkan dengan gangguan kecemasan, depresi, atau obsesif-kompulsif. Lingkungan sosial yang menekankan standar kecantikan tertentu, seperti tubuh yang sangat langsing, dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan anoreksia. Tekanan dari media massa dan jejaring sosial juga berperan dalam pembentukan persepsi tubuh yang tidak realistis.
Dampak Kesehatan
Anoreksia nervosa dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan yang serius. Kekurangan kalori dan nutrisi dapat mengakibatkan gangguan pada sistem kardiovaskular, termasuk bradikardia dan hipotensi. Sistem endokrin juga terpengaruh, misalnya dengan terhentinya menstruasi pada perempuan.
Dampak jangka panjang mencakup osteoporosis akibat kekurangan kalsium, kerusakan organ internal, serta gangguan fungsi otak. Tanpa penanganan, anoreksia nervosa memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dibandingkan gangguan mental lainnya, baik akibat komplikasi medis maupun bunuh diri.
Diagnosis
Diagnosis anoreksia nervosa dilakukan oleh tenaga medis berdasarkan kriteria yang terdapat dalam DSM-5 atau ICD-10. Pemeriksaan meliputi penilaian berat badan relatif terhadap tinggi badan, evaluasi pola makan, dan gejala psikologis.
Tes laboratorium dapat dilakukan untuk memeriksa status nutrisi, fungsi organ, dan keseimbangan elektrolit. Penting bagi tenaga medis untuk membedakan anoreksia dari kondisi medis lain yang dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Penanganan
Penanganan anoreksia nervosa memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup intervensi medis, nutrisi, dan psikoterapi. Tujuan utama adalah mengembalikan berat badan ke tingkat sehat dan memperbaiki pola makan.
Beberapa metode penanganan meliputi:
- Terapi nutrisi untuk memastikan asupan gizi yang memadai.
- Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk mengatasi distorsi citra tubuh dan pikiran negatif.
- Konseling keluarga untuk memberikan dukungan sosial dan mengubah dinamika yang mungkin berkontribusi pada gangguan.
- Penggunaan obat antidepresan atau ansiolitik bila terdapat gangguan mental yang menyertai.
Prognosis
Prognosis anoreksia nervosa bervariasi tergantung pada tingkat keparahan, lama penyakit, dan respon terhadap pengobatan. Sebagian penderita dapat pulih sepenuhnya, sementara yang lain mengalami kekambuhan berulang.
Intervensi dini secara signifikan meningkatkan peluang pemulihan. Dukungan keluarga, teman, dan komunitas sangat penting untuk mempertahankan hasil positif dari terapi.
Pencegahan
Upaya pencegahan anoreksia nervosa melibatkan edukasi tentang pola makan sehat, penerimaan diri, dan mengurangi tekanan sosial terhadap bentuk tubuh. Sekolah dan institusi pendidikan dapat berperan dalam memberikan informasi yang benar tentang nutrisi dan kesehatan mental.
Media massa juga memiliki peran untuk menampilkan keragaman bentuk tubuh dan menghindari promosi standar kecantikan yang tidak realistis. Edukasi orang tua mengenai tanda-tanda awal gangguan makan dapat membantu deteksi lebih dini.
Epidemiologi
Anoreksia nervosa ditemukan di berbagai belahan dunia, dengan prevalensi tertinggi di negara-negara Barat. Namun, kasus di Asia dan Afrika juga dilaporkan meningkat seiring globalisasi dan pengaruh budaya populer.
Perempuan berusia 15–24 tahun merupakan kelompok yang paling berisiko, meskipun angka kejadian pada laki-laki juga semakin diperhatikan dalam penelitian terbaru.
Sejarah
Gangguan makan yang mirip dengan anoreksia nervosa telah dicatat sejak abad pertengahan, terutama di kalangan perempuan yang melakukan puasa ekstrem karena alasan religius. Istilah "anoreksia nervosa" pertama kali diperkenalkan oleh Sir William Gull pada tahun 1873.
Seiring perkembangan ilmu psikiatri, pemahaman mengenai kondisi ini semakin mendalam, dan pendekatan penanganan terus berkembang dari fokus pada aspek medis ke integrasi dengan terapi psikologis dan dukungan sosial.
Budaya Populer
Anoreksia nervosa sering menjadi tema dalam film, buku, dan karya seni yang menggambarkan perjuangan individu melawan gangguan makan. Representasi ini dapat membantu meningkatkan kesadaran, tetapi juga berisiko memicu perilaku imitasi jika tidak disajikan dengan sensitif.
Beberapa figur publik telah secara terbuka berbagi pengalaman mereka dengan anoreksia, sehingga membuka diskusi publik mengenai kesehatan mental dan pentingnya dukungan sosial.
Kesimpulan
Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang serius dan kompleks, memengaruhi tubuh dan pikiran secara bersamaan. Penanganan yang tepat memerlukan kolaborasi antara dokter, psikolog, ahli gizi, dan keluarga.
Kesadaran akan tanda-tanda awal dan intervensi dini sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi dan meningkatkan peluang pemulihan. Dukungan sosial, edukasi, dan perubahan budaya terhadap citra tubuh dapat menjadi langkah penting dalam memerangi gangguan ini.